Tuesday, November 19, 2013

Djoko Suyanto shows his hand, and falters: Abbott may have been handed another advantage

Djoko Suyanto , who only last week made clear that Dewi Fortuna  had not the authority to speak on the matter of boat people, has since revealed that it is he who is directing  Marty Natalagewa and the Ministry of Foreign Affairs in their handling of the spying issue.


In doing so, however , Djoko may have faltered in his directive to the Ministry 
requesting that it consider reducing the number of Indonesian intelligence officers 
at its Canberra post. Given the extent to which the Indonesians rely on HUMINT, it is 
difficult to understand how Djoko's strategy would advantage Indonesia.



Menko Polhukam: isu penyadapan akan ganggu hubungan Indonesia-Australia

Senin, 18 November 2013 19:24 WIB | 6263 Views
Pewarta: Syaiful Hakim
Jakarta (ANTARA News)  - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Djoko Suyanto, mengatakan Kementerian Luar Negeri akan memanggil Dubes RI di Canberra ke Jakarta untuk "konsultasi" dan mengkaji kerja sama pertukaran informasi antar pemerintah RI dan Australia, termasuk penugasan pejabat Australia di Kedubes Australia di Jakarta.

Djoko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, mengaku isu penyadapan kepada para pejabat pemerintah Indonesia oleh Australia akan mengganggu hubungan bilateral kedua negara.

Menko Polhukam, mengatakan telah melakukan langkah koordinasi dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa terkait berita penyadapan para pejabat Pemeritah Indonesia oleh Australia di media Australia.

Langkah-langkah yang dilakukan, kata Djoko, pertama bahwa pihak Kementerian Luar Negeri akan menghubungi Menlu Australia Julie Bishop untuk menyampaikan bahwa isu tersebut akan membawa dampak yang tidak baik terhadap hubungan bilateral Indonesia dan Australia.

Kedua, lanjut Djoko, meminta Australia untuk menyampaikan official and public explanationmengenai komitmen untuk tidak melakukan penyadapan.

Ketiga, Kemlu akan memanggil  Dubes RI di  Canberra ke Jakarta untuk "konsultasi" dan mengkaji kerja sama pertukaran informasi antar pemerintah RI dan Australia, termasuk penugasan pejabat Australia di Kedubes Australia di Jakarta.

"Kemlu juga akan mereview seluruh kerja sama pertukaran informasi dan kerja sama lainnya dengan Australia," tegas Menko Polhukam.

Seperti diberitakan media, intelijen negeri Kangguru mencoba menguping pembicaraan telepon yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istrinya serta beberapa menteri senior.

Dokumen rahasia yang dibocorkan oleh Edward Snowden dan diterima media penyiaran Australia Broadcasting Corporation serta harian The Guardian itu menyebutkan Presiden dan sembilan orang terdekatnya sebagai target pengintipan.

Pengungkapan tersebut muncul saat hubungan bilateral dua negara tengah meruncing terkait tudingan mata-mata sebelumnya dan isu mengenai penanganan manusia perahu yang melewati Indonesia menuju Australia.

Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, Defence Signal Directorate, melacak aktivitas telepon seluler Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009 saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjabat sebagai perdana menteri.

Dalam daftar target pengintipan tersebut juga terdapat nama Wakil Presiden Boediono yang pekan lalu berada di Australia, mantan wapres Yusuf Kalla, jurubicara bidang luar negeri, menteri bidang keamanan serta menteri komunikasi dan informasi.

ABC mengatakan salah satu dokumen itu berjudul "3G impact and update" yang memetakan upaya intelijen Australia untuk mengimbangi pertumbuhan teknologi 3G di Indonesia dan seluruh kawasan Asia Tenggara.

Terdapat sejumlah pilihan pemintasan dan direkomendasikan untuk memilih salah satu diantaranya untuk diaplikasikan kepada target --dalam hal ini pemimpin Indonesia, demikian dilaporkan ABC.

Pengungkapan terakhir dokumen Snowden tersebut muncul hanya beberapa minggu setelah adanya laporan yang mengklaim bahwa pos-pos diplomatik Australia di luar negeri, termasuk Jakarta, terlibat dalam jaringan luas pengintaian yang dipimpin AS, yang memantik reaksi kemarahan dari Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa.

Laporan ini kemudian disusul dengan laporan lain dari the Guardian awal bulan ini bahwa Australia dan Amerika Serikat menjalankan operasi pengintaian bersama terhadap Indonesia saat digelarnya pertemuan iklim PBB di Bali pada 2007.

Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © 2013

Monday, November 18, 2013

The Aus-Indo Spying Issue: Indonesia proposed a compromise that would allow status quo ante

On 15 November 2013 the Bahasa Indonesia detikNews reported a press conference in Melbourne called by Indonesian Vice President Boediono. The press conference was called after a visit to Canberra where he had met with Tony Abbott. Boediono said that the issue of Australian spying on Indonesia  had been raised, and that he, Boediono ,  had proposed  a compromise. 

The fact that Boediono proposed the compromise suggests that
Indonesia has more to lose from any disruption to existing spying and intelligence arrangements.This is evident from a translation of this excerpt from the detikNews report:




Secara resmi, Indonesia meminta agar ada perbaikan dalam proses pengumpulan informasi sehingga tidak merugikan kedua negara dan merusak hubungan yang sudah terjalin baik selama ini. Abbott merespons baik terhadap permintaan tersebut.

"Ide untuk ke depan ada suatu sistem di mana informasi yang dikumpulkan tidak dipakai untuk hal-hal merugikan kedua belah pihak. Nampaknya beliau tidak menolak. Artinya beliau sendiri pandangannya ke arah situ," jelasnya





Translated :
Officially , Indonesia has asked that intelligence obtained not be used in
a manner that might be detrimental to either country . Abbott responded positively to that suggestion.



" The idea going forward is for a system where information collected will not be used in any way that will harm either country. Abbott did not object. I take that to mean that his thinking is along the same lines" , he (Boediono) explained.
 

The Australia News Network reported similar but omitted reference to the fact that Indonesia had suggested a compromise:


Indonesian vice president Boediono plays down asylum seeker and spying disputes with Australia

Updated Sun 17 Nov 2013, 10:40pm AEDT

Vice president raises espionage concerns

Dr Boediono said he raised concerns with Mr Abbott about allegations the Australian embassy in Jakarta had been used for espionage.
"It is a public concern in Indonesia. And therefore we should find some joint ways to allay public concern," he said.
"Of course, we didn't go into details, but the willingness is there to look to the future with cooperation that will not risk the interests of each parties."
In an interview with the ABC's 7.30 following his meeting with Dr Boediono, Mr Abbott would not comment directly on the reports, but noted spying is common practice in international affairs.
"All countries, all governments, gather information. That's hardly a surprise," Mr Abbott said.
"One of the things that I've offered to do today in my discussions with the Indonesian vice president is to elevate our level of information sharing, because I want the people of Indonesia to know that everything, everything that we do is to help Indonesia as well as to help Australia."
Dr Boediono would not be drawn on whether Indonesia had ever spied on Australia.
"I certainly cannot guarantee anything about that kind of thing," Dr Boediono said.
"Certainly, as part of the Indonesian government, whatever we do in our embassy in any country will follow international law."
http://www.abc.net.au/news/2013-11-17/an-boediono-feature-james/5097288

Jumat, 15/11/2013 16:07 WIB

Laporan dari Australia

Wapres Boediono Paparkan Pembicaraannya dengan PM Abbott soal Penyadapan

Rachmadin Ismail - detikNews
Melbourne - Wakil Presiden Boediono menyampaikan langsung keberatan Indonesia terhadap penyadapan intelejen kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Apa reaksi Abbott menanggapinya?

Di dalam sesi jumpa pers bersama wartawan Indonesia di hotel Hyatt Melbourne, Australia, Jumat (15/11/2013), Boediono menjelaskan hasil kunjungan kerjanya selama lima hari di Australia yang agendanya adalah kerjasama pendidikan, riset dan budaya.

Namun, dalam pertemuan dengan Abbott, isu penyadapan oleh Australia ikut dibahas. Secara langsung, Boediono mengemukakan keberatan pemerintah dan masyarakat RI terhadap tindakan tersebut.

"Ini concern publik dari kita dan tidak akan hilang begitu saja," kata Boediono.

Secara resmi, Indonesia meminta agar ada perbaikan dalam proses pengumpulan informasi sehingga tidak merugikan kedua negara dan merusak hubungan yang sudah terjalin baik selama ini. Abbott merespons baik terhadap permintaan tersebut.

"Ide untuk ke depan ada suatu sistem di mana informasi yang dikumpulkan tidak dipakai untuk hal-hal merugikan kedua belah pihak. Nampaknya beliau tidak menolak. Artinya beliau sendiri pandangannya ke arah situ," jelasnya
.

Menurut wapres, bakal ada pembahasan lebih lanjut soal sistem itu. "Sementara ini belum ada yang konkrit, nanti ditindaklanjuti dengan semacam negosiasi mengani sistemnya," tambahnya.

Isu penyadapan mengemuka setelah Edward Snowden, mantan pegawai CIA membocorkannya. Media Australia mengangkat isu ini dan direspons keras oleh Indonesia.

Hingga kini, pemerintah Australia tak membantah atau membenarkan soal aktivitas itu. Saat diwawancarai ABC Australia, Abbott hanya mengatakan semua negara menggali informasi, namun bukan untuk kejahatan. Informasi yang digalinya dari Indonesia juga untuk kepentingan membantu Indonesia sendiri.



Ikuti berbagai peristiwa penting hari ini hanya di "Reportase Sore" Trans TV pukul 16.30 WIB